Tampilkan postingan dengan label Mom's Journey. Tampilkan semua postingan

5 Perubahan Ku Setelah Menjadi Ibu

  

 Tiga bulan setelah resmi menjadi Ibu, aku merasakan banyak perubahan dalam diri. Rasanya nano-nano. Aku bersyukur diberi kesempatan dan kepercayaan oleh Tuhan untuk menjadi Ibu, hanya saja adanya perubahan ini membuat ku sempat mengalami baby blues difase awal. Apalagi setelah persalinan, hmm rasanya mantap. Tidak dapat didefinisikan.

    Aku sempat syok dengan pemulihan pasca persalinan dan perubahan pada tubuh ku pasca bersalin pervaginam. Orang-orang selalu membanggakan kalau persalinan normal itu lebih cepat pulih dibanding sc, bisa beraktivitas normal dan ya kehidupan mu bisa kembali seperti sedia kala tanpa bayang-bayang luka di perut.

    Hm, mungkin bukan luka di perut, tapi hei, jangan lupa robekan perineum. Melahirkan normal dengan luka robek pada perineum, membuat hidup ku nggak baik-baik saja. Aku harus hati-hati saat berjalan, duduk dan beraktivitas agar jahitannya tetap aman. Aku belum tahu untuk efek jangka panjangnya gimana, tapi yang ku rasa setelah tiga bulan, nyut-nyutan pada area yang dijahit masih terasa, apalagi jika mengangkat beban berat dan masih was-was saat beraktivitas yang perlu membuka paha lebar.

    Baiklah, karena ini membahas tentang perubahan setelah menjadi Ibu. Disini aku akan merangkum 5 perubahan yang ku alami setelah menjadi Ibu, apa saja itu?


  1. Waktu tidur, me time dan pacaran berkurang    

source: pexels.com

    Sedari hamil 36 minggu, aku menyadari bahwa setelah melahirkan nanti hidup ku nggak akan sama lagi. Jam tidur ku pasti berkurang. Aku nggak kaget lagi dengan itu. Tapi untuk me time dan pacaran dengan suami?


    Ku pikir, pasti bisa kok, me time kalau anak tidur atau bisa kok me time kalau anak dijagain kerabat. Nyatanya nggak semulus itu. Begitu ada waktu bebas dari anak, aku harus menyelesaikan pekerjaan rumah. Meskipun dibantu suami, tetap saja rasanya melelahkan. Sekarang boro-boro mau me time ke spa, bisa tidur siang dan dengar musik favorit saja sudah menjadi hal yang mewah buat ku. Huhuhu.


    Pernah suatu waktu aku punya waktu luang sendirian beberes rumah, aku inisiatif menyetel lagu biar semangat. Dari situ aku baru menyadari kalau sejak jadi Ibu aku belum pernah lagi mendengar lagu favorit ku. Bahkan lagu yang viral atau baru rilis dari penyanyi terkenal saja aku sudah nggak update. Jadilah saat itu energi seperti direcharge kembali.


    Setelah menjadi Ibu juga hubungan ku dengan suami diuji. Kami yang biasanya hidup like a fairytale dengan rutinitas sesuka kami berdua, sekarang nggak bisa seperti dulu lagi. Perbedaan pendapat dan cekcok lebih banyak terjadi. Aku jadi seperti tidak mengenali suami sendiri karena banyak hal yang sebelumnya sejalan, sekarang jadi berbeda. Aku sempat frustasi. Punya anak bukannya menyatukan malah membuat berbeda pandangan, pikir ku putus asa. Namun ku buang jauh-jauh pemikiran itu, karena setelah disadari waktu kami untuk berduaan memang sangat berkurang. Solusinya aku membangun bonding lagi dengan suami, seperti membuatkan makanan kesukaannya dan deep talk saat anak tidur. Membicarakan semua yang kami rasakan setelah ada anak dan menyusun kembali rules dan rencana untuk ke depannya seperti apa. Cara ini berpengaruh positif untuk hubungan kami.



  1. Progres untuk diri sendiri melambat    

source: pexels.com

    Sebelumnya aku orang yang cukup ambisius. Aku punya target harian, mingguan, bulanan sampai tahunan. Seperti itu guna memastikan apa yang aku inginkan bisa tercapai. Namun berbeda saat sudah menjadi Ibu. Anak jadi prioritas baru. Hal ini membuat apa yang aku targetkan melambat progresnya.


    Misalnya saja seperti saat aku ingin menyelesaikan materi dan challenge di Jika Ibu Menjadi, aku pasti bisa menyelesaikannya dalam satu hari kalau saja aku berada di kehidupan sebelumnya. Berbeda dengan saat ini, aku hanya bisa melakukan kegiatan untuk diri ku saat anak tidur dan pekerjaan rumah selesai. Itu pun kalau nggak ketiduran. Memang butuh kemauan dan tekad yang kuat jika ingin bertransformasi kembali menjadi wanita berdaya setelah menjadi Ibu.



  1. Motivasi untuk kuat semakin besar    

source: pexels.com

    Kalau dulu, aku nggak pernah skip tidur siang. Bahkan saat masih bekerja pun aku selalu menyempatkan diri untuk tidur siang. Aku meyakini dengan tidur siang, energi untuk melanjutkan aktivitas terisi kembali.    


    Lalu semua berubah setelah menjadi Ibu. Jangan kan mau tidur siang, bisa ketiduran bentar aja udah syukur. Waktu istirahat yang berkurang, membuat ku sempat mengalami flu. Bayangin gimana rasanya flu pas lagi menyusui si kecil. Aku sangat merasa bersalah, takut dia ketularan. Disisi lain, aku juga nggak bisa minum obat sembarangan. Pemulihan yang bisa diandalkan hanyalah makan makanan bergizi, mencukupi kebutuhan cairan dan tidur yang cukup. Poin ketiga ini yang memperlambat penyembuhan.


    Seolah tidak sejalan dengan keadaan, aku tetap berlaku kuat untuk mengurusi kebutuhan manusia mungil ini daripada memperhatikan kondisi ku sendiri. Entah dorongan apa yang ada dalam diri ku, tengah malam saat ia menangis karena lapar atau pampers penuh aku tetap bisa bangun untuk mengurusnya. Atau saat si kecil bangun jam 4 pagi, aku juga bangun untuk menemaninya. Padahal mata sudah 5 watt, setelahnya bukannya istirahat, aku lanjut mengerjakan pekerjaan rumah. Aku jadi bertanya-tanya, kok aku kuat ya? Rasanya seperti menerjang tembok pembatas diri. Pantas saja Ibu itu disebut sebagai wanita tangguh.



  1. 'Dipaksa' berubah menjadi lebih baik 

source: pexels.com

    Aku termasuk orang yang cukup pemalas dan suka menunda. Tapi setelah punya anak aku jelas nggak bisa membawa kebiasaan buruk itu lagi. Aku dipaksa bangun ketika raga masih ingin berdiam dibalik selimut, tapi si kecil rewel minta digendong. Mau nggak mau, suka nggak suka, aku pasti menuruti permintaannya.


    Kebiasaan-kebiasaan baru itu ketika dipaksa membuat ku jadi terbiasa. Terbiasa untuk tidak mengeluh ketika keadaan sedang tidak berpihak, terbiasa untuk tenang menghadapi tingkah si kecil. Ya, banyak hal baru yang ku pelajari dan membuat ku merasa lebih baik sekarang. Setelah mencoba, ternyata tidak terlalu buruk.



  1. Kehilangan kepercayaan diri    

source: pexels.com

    Entah karena semakin jarang bertemu orang baru atau karena memang aku introvert. Sekarang aku merasa jadi orang yang pesimis, sensitif, suka overthinking dan kehilangan kepercayaan diri. Setiap mau bertemu orang baru atau mempelajari hal baru, rasanya otak ku sibuk memikirkan segala kemungkinan yang belum terjadi. Aku ngerasa tertinggal, nggak pantas, nggak punya kemampuan dan menyedihkan. Huhuhu.


    Apalagi kalau ada yang nyeletuk, "duh sayang banget berhenti kerja cuma karena lahiran, kebutuhan sesudah punya anak itu semakin besar loh, apa nggak sayang.. mana sekarang cari kerja susah."


    Ya, sayang, tapi mau gimana lagi. Orang-orang mana tahu apa yang aku hadapi. Jika hidup adalah tentang pilihan dan pengorbanan, maka ini adalah pilihan yang harus ku korbankan. Bisa dibilang, tahun ini aku berada di situasi penting dengan tantangan dan pilihan hidup baru. Melahirkan, menyelesaikan kuliah, dan tetap bekerja. Semuanya memiliki tanggung jawab dan konsekuensinya masing-masing. Pada akhirnya kembali lagi pada kemampuan diri, aku nggak bisa mengambil semua peran dan tanggung jawab itu bersamaan. Memang harus ada yang dikorbankan.  

 

    Bekerja itu menyenangkan, membuat ku lebih dihargai dan tentu saja cuannya legit untuk berfoya-foya, tapi aku nggak yakin bisa menyelesaikan skripsi tahun depan dan aku nggak mau anak ku kurang perhatian ibunya di fase awal kehidupannya. Pekerjaan bisa dicari, tapi tumbuh kembang seorang anak nggak datang dua kali. Prinsipku, rezeki nggak akan tertukar selama kita berusaha. Hohoho emak coba menghibur diri.


    Sekian itulah 5 perubahan yang aku rasakan setelah menjadi Ibu. Everything like 'new challenge unlocked' everyday. Meskipun dunia ku terasa melambat, tapi aku senang menjadi orang yang paling dibutuhkan oleh si kecil.

Cerita Persalinan Anak Pertama

dok. pribadi

"Karena setiap Ibu punya cerita perjuangan sendiri dalam persalinannya."

Proses persalinan anak pertama menjadi hal yang nggak terlupakan. Meskipun tetap ada drama, aku bersyukur bisa merasakan proses menjadi Ibu. Begini ceritanya…


***

sumber: www.pexel.com

36 minggu.


Memasuki minggu-minggu terakhir trimester tiga, aku mulai mempersiapkan banyak hal untuk menyambut dedek bayi. Perlengkapan bayi, perlengkapan bersalin sampai USG untuk memastikan kondisi dan posisi bayi. Saat USG dokter berpesan, "harus semakin dirutinkan ya olahraganya, minimal jalan kaki sama kurangi makanan & minuman manis biar bayinya nggak terlalu besar. Di minggu ini berat janin sudah 2,6 kg."


Pesan yang sama juga dikatakan oleh bidan tempat aku kontrol bulanan, "persalinan kamu mungkin berisiko karena tinggi badan dibawah 145 cm, tapi kalau berat janin dibawah 3 kg mungkin masih bisa diusahakan normal." Apalah daya tinggi ku hanya 144 cm.


Tapi aku nggak menyerah, demi tujuan ingin melahirkan normal, apapun itu ku usahakan. Ya meskipun aku benar-benar rutin melakukannya di minggu ke 37 hohoho.


***

37 minggu.


Persalinan sudah terhitung normal dilakukan di minggu ini, begitu penjelasan dari video youtube yang aku tonton. Serta banyak juga cerita dari beberapa teman dan kerabat yang persalinannya maju beberapa minggu dari HPL, terutama jika anaknya laki-laki dan anak pertama.


Aku pun semakin mempersiapkan diri, mana tahu persalinan ku juga akan maju dari HPL. Aku sedikit percaya diri karena aku mengandung anak pertama laki-laki, ditambah lagi aku mulai rutin berolahraga di minggu ini. Ah, rasanya semakin tidak sabar menunggu si dedek.


***

38 minggu.


Memasuki minggu ke 38, masih belum ada tanda-tanda persalinan. Aku masih positif thinking sambil semakin gencar merutinkan jalan kaki dan bermain gym ball. Setelah di minggu sebelumnya sering bolong hehehe. Aku juga mulai rajin makan kurma. Konon, dari informasi yang aku baca kurma mampu memicu kontraksi dan memperlancar persalinan.


Baiklah, aku harus konsisten.


***

39 minggu.


Masih belum ada tanda-tanda melahirkan, padahal napas sudah engap. Aku mulai lelah. Satu minggu lagi HPL, tapi nggak ada tanda dedek mau keluar. Pikiran overthinking ku mulai liar, "apa aku nggak normal ya, nggak melahirkan maju dari HPL?"


Pikiran aneh itu emang nggak berdasar ilmiah, namanya juga overthinking. Hanya karena beberapa orang sekitar ku yang punya anak pertama laki-laki melahirkan maju dari HPL, aku jadi berpatokan pada hal tersebut.


Beruntung di saat seperti itu, suami suportif dan berusaha untuk selalu ada supaya pikiran ku nggak semakin liar dengan sering ngajak jalan dan nonton film bersama. Pokoknya kami menikmati waktu berdua selagi perhatian masih belum terbagi pada dedek utun nanti. Kalau ingat momen ini, i feel like full of love hohoho. Overthinking? Jauh jauh gih..


20 Juni 2023. Dini hari.


Jam 3 subuh selesai BAK, aku kaget melihat lendir berwarna merah kecoklatan. Setahu ku ini salah satu ciri melahirkan. Apa aku akan melahirkan hari ini?


Segera aku menghubungi bidan. Paginya selesai dicek, masih pembukaan satu. Aku waspada. Suami apalagi. Dia sampai mengambil cuti lebih awal.


Karena merasa persalinan sudah dekat, suami mulai mengabari beberapa keluarga. Namun seharusnya dia nggak melakukan itu, kami malah membuat orang-orang khawatir. Aku jadi semakin stres ditanyai kapan lahiran terus. Sebab setelah pembukaan satu, setelahnya nggak ada ciri apa-apa lagi. Semua berlalu seperti biasa. Aku masih bisa beraktivitas, kontraksi pun masih datang dan pergi. Aku bingung kenapa nggak ada muncul ciri lagi.


Malam besoknya, di waktu yang sama. Jam 3 subuh, aku merasakan kontraksi yang lebih sakit dari sebelumnya. Segera malam itu kami ke tempat praktek bidan. Sayangnya pernyataan malam itu membuat aku down, bagaimana nggak? Sudah hampir dua hari setelah pembukaan satu, AKU MASIH PEMBUKAAN SATUU!!!


"Bayinya sudah semakin turun, tapi mucus plugnya cukup tebal di mulut rahim. Mungkin ini penyebab kenapa dari kemarin, pembukaannya nggak bertambah," begitu kata bidan.


Oke, PR ku adalah menyingkirkan lendir mucus plug ini dari mulut rahim agar si kecil bisa keluar. Semangat💪


Jalan kaki pagi dan sore, HB, main gym ball, semuanya ku lakukan. Tapi dirasa-rasa perkembangan kontraksi ku nggak bertambah, sementara pertanyaan dari kerabat kian membanjiri chat wa. Aku nggak sanggup buka aplikasi wa lagi. Bawaannya pengen nangis, karena nggak bisa memberi jawaban memuaskan. Nggak tahu kenapa perasaan jadi lebih sensitif.


Hingga malam itu, setelah jalan sama suami. aku mulai merasa kontraksi semakin sakit dan intens. Tapi masih ku abaikan. Paling kontraksi palsu lagi, pikir ku. Kami pun lanjut tidur.


Jam setengah 2 malam. Setelah berganti hari ke Jumat, 23 juni 2023. Aku merasa seperti ada yang meletus saat berpindah posisi tidur dan rasa ingin buang air kecil yang nggak tertahankan. Kontraksi juga semakin intens. Aku coba meredakannya dengan bermain gym ball, tapi hal itu membuat air yang ku pikir air kencing ternyata ketuban malah keluar semakin deras. Suami pun langsung sigap mengantar ke bidan.


Jam 3 dini hari, sepanjang jalan menuju rumah bidan air ketuban ku rembes. Sesampainya  dicek pembukaan, ternyata sudah pembukaan 2 menuju 3. Kami disarankan untuk stay ditempat.


Menit demi menit kontraksi datang semakin sakit, semakin intens, dan semakin membuat ku tidak tenang. Hal yang bisa aku syukuri, proses dari pembukaan 2 sampai ke 10 itu tidak lama. Hanya 3,5 jam, tapi rasa sakitnya, hm, jangan ditanya.


Proses paling lama menurut ku adalah ketika mengeluarkan bayi dari jalan lahirnya. Napas ku tidak panjang, teknik melahirkan ku masih salah. Namanya juga pertama kali. Proses yang cukup lama itu membuat ku hampir putus asa, tapi demi melihat dedek bayi yang lucu aku tetap berjuang. Akhirnya berkat doa dan dukungan suami, orang tua dan keluarga juga kerja keras bidan dalam membantu proses persalinan, tepat pukul 07.50 WITA putra pertama kami lahir.


Rasanya nano-nano saat melihat dan mendengar suara tangisan pertamanya. Semua rasa bercampur jadi satu dan nggak bisa ku deskripsikan. Perihnya jahitan perineum pun teralihkan saat melihat manusia mungil itu di ranjang bayi.


sumber: www.pexel.com


Terima kasih adek sudah mau hadir di kehidupan kami. Kami akan terus berusaha memberi cinta dan kasih sayang terbaik yang bisa kami berikan. Mari berjuang bersama mengarungi kehidupan yang fana ini.


Dan sejak hari itu, hidup ku berubah.


To be continued ….