Tampilkan postingan dengan label Cerpen. Tampilkan semua postingan

[Cerpen] Waktu Yang Salah Part 2


From : Dito
‘Iya.’

Pesan Dito di telepon yang sangat singkat padat dan jelas membuatnya sangat senang. Akhirnya Dito mau diajak bertemu.

Tentu ia tak boleh melewatkan kesempatan ini. Setelah melewati pergulatan batin yang panjang, ia sudah membuat keputusan. Malam ini ia harus memberitahukannya kepada lelaki itu.

***

Rena memasang senyum termanis yang bisa ia buat saat melihat sosok Dito masuk ke kafe tempat mereka biasa bertemu. Sedangkan Dito hanya tersenyum tipis.

“Hai..” sapa Rena ramah.

“Ren, lupain yang aku sampaikan ke kamu beberapa waktu lalu ya,” ucap Dito to the point, bahkan tanpa membalas sapaan Rena.

Dan lagi, Rena memasang wajah terkejutnya. Senyum yang daritadi menghiasi bibirnya lenyap.

Jangan tanyakan perasaanku
Jika kau pun tak bisa beralih
Dari masa lalu yang menghantuimu
Karena sungguh ini tidak adil

“Kke..napa?” hanya itu kata yang sanggup terucap. Tenggorokannya tercekat tak mampu mengeluarkan kata lebih banyak dari itu, padahal pikirannya sudah membuat berbagai prasangka tentang apa yang dimaksud oleh Dito.

Bukan maksudku menyakitimu
Namun tak mudah 'tuk melupakan
Cerita panjang yang pernah aku lalui
Tolong yakinkan saja raguku

“Nggak apa apa sih, setelah aku pikir lagi ternyata kita emang lebih cocok buat jadi temen,” jawab Dito seperti tak ada beban perasaan.

Pergi saja engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

“Kamu kecewa karena aku nggak langsung memilih kamu saat itu?” tanya Rena.

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah

“Nggak, aku ngerasa kamu masih belum siap untuk menerima orang baru di hati kamu, mungkin lebih baik kita jadi teman. Bukankah hubungan pertemanan tidak akan terputus?”

Pergi saja engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

“Bukan gitu, Dit, aku cuma belum bisa memutuskan. Nggak mudah untuk membuat keputusan disaat kamu baru mengakhiri sebuah hubungan...”

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah

“Lalu tujuan kamu ngajak kita ketemu disini untuk apa? Menjelaskan lebih detail lagi tentang keraguan kamu,” balas Dito dingin. Tatapan datarnya mulai mematikan harapan Rena.

“Bukan, aku kangen kita yang dulu, kita yang selalu tak pernah habis bahan obrolan, kita yang selalu ada satu sama lain, terutama kamu yang selalu ada buat aku disaat aku down, aku selalu ngerasa kamu adalah orang yang dikirim Tuhan untuk aku, Dit, dan aku kesini untuk memperjelas semuanya, aku ingin memastikan perasaan aku sama kamu,” jelas Rena. Perasaannya mulai campur aduk.

“Aku rasa nggak perlu lagi, kamu lakuin itu. Iya, aku mungkin memang orang yang Tuhan kirim buat kamu, tapi bukan ditakdirkan untuk lebih dari seorang teman. Mungkin aku cuma ditugaskan untuk menamani masa-masa sulit kamu, dan ya selebihnya itu pilihan kamu. Mulai sekarang kita jalani hidup masing-masing aja, seperti biasa.”

Bukan ini yang kumau
Lalu untuk apa kau datang
Rindu tak bisa diatur
Kita tak pernah mengerti
Kau dan aku menyakitkan
Pergi saja engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka

Rena mulai terisak mendengar penjelasan Dito. Bulir air mata mulai jatuh di pipinya. Semula ia sudah bahagia perasaannya dan Dito sudah berada di jalur yang sama, hanya saja bayang-bayang masa lalu masih mengikutinya, membuatnya ragu dengan pilihannya. Ia mengulur sedikit waktu, tapi tak menyangka keputusan Dito juga akan berubah secepat itu.

“Kamu nggak mau ngasih aku kesempatan untuk meyakinkan perasaan ku untuk kamu?” tanya Rena memastikan lagi. Berharap masih ada secercah cahaya yang mampu menuntunnya agar bisa bersatu dengan Dito.

Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah
Di waktu yang salah

“Nggak perlu, Ren, kita cukup jadi teman aja. Kamu tau, hubungan pertemanan itu nggak ada putusnya, meskipun suatu saat nanti kita sudah memiliki pasangan masing-masing, tapi pertemanan kita nggak akan berakhir, kamu dan aku nggak akan jadi mantan.” Dito memperjelas keadaannya lagi tanpa keraguan.

Final sudah. Tak ada yang bisa diharapkan dari Dito. Dia tetap bulat dengan keputusannya. Sekarang aku yang harus melapangkan hati untuk menerima kenyataan, ucap Rena dalam hati. Sambil sesekali menyeka air mata yang menetes tanpa diinginkan itu. Ia mencoba tersenyum.

“Baiklah kalau begitu, terima kasih untuk semuanya, Dit, aku harap setelah malam ini kita benar benar bisa menjadi seorang TEMAN YANG BAIK!” ucap Rena dengan penuh penekanan pada kata ‘Teman yang baik’.

[Cerpen] Waktu Yang Salah Part 1


“Ren, ada yang mau aku omongin sama kamu”

“Apa, dit?”

“Kita kan temenan udah lama, sebelumnya aku nggak pernah mikirin ini juga, tapi sejak ngeliat kamu ditinggalin sama Dannu, ngeliat kamu sering galau dan nggak seceria dulu, aku jadi pengen ngembaliin senyum kamu lagi..”

“Maksud kamu?”

“Kamu mau nggak berkomitmen sama aku untuk menganggap hubungan kita ini bukan cuma sekedar teman lagi? Aku pengen jadi alasan kamu buat tersenyum terus tiap hari, kamu mau kan?”

Rena terdiam. Mulutnya menganga tak percaya dengan apa yang terjadi padanya saat itu. Teman SMP nya yang sangat usil dengan dirinya, sempat menghilang beberapa waktu dan kemudian datang kembali mengisi hari-harinya dengan jiwa yang baru.

Dito.

Ya, dia yang dulu sering menjambak rambut Rena, menghilangkan beberapa alat tulis, menyembunyikan sepatu, dan sering meminta Rena untuk mengerjakan PR nya, kini sudah berubah menjadi sosok yang amat sangat jauh berbeda.  Setelah 7 tahun lamanya. Secepat itu waktu mengubah segalanya.

“Hei, Ren, Rena..” Ucap Dito sambil mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah Rena yang masih memasang tampang tak percaya.

“Hehe, mungkin masih terlalu cepat buat kamu, Ren, mengingat aku yang baru kembali ke kehidupan kamu cuma beberapa bulan ini. Tapi...”

“Dit...” sela Rena.

“Ya?”

“Jujur, semenjak kamu hadir lagi di hidup aku, aku kaget sama semua perubahan kamu, tapi itu yang bikin aku nyaman sama kamu. Kamu selalu ada disaat aku butuh seseorang untuk diajak curhat, selalu ada buat aku saat aku dicampakan untuk kesekian kalinya. Kamu tumbuh jadi orang yang nggak aku sangka, Dit. Kamu membawa warna baru di hidup aku dan aku juga ingin untuk memulai awal baru lagi sama kamu. Hanya saja...”

Mata Rena mulai berkaca-kaca. Sedikit terisak dan terdiam beberapa saat sebelum kembali melanjutkan ucapannya.

“Hanya saja apa?”

“Tadi pagi Dannu ngajakin aku balikan lagi,” jawab Rena dengan suara lemah.

“Lantas?” Dito coba memastikan keputusan Rena.

Rena hanya menggelengkan kepala. “Aku nggak tahu.” Hanya itu kalimat yang mampu keluar dari bibirnya.

Terbersit rasa kecewa di hati Dito. Tadinya ia pikir dengan rasa luka yang sudah diberi Dannu pada Rena akan membuatnya dengan mudah mendapatkan hati Rena. Nyatanya perasaan gadis itu masih terlalu dalam untuk lelaki macam Dannu.

“Kasih aku waktu, Dit.”

Dito hanya tersenyum samar. Entah dirinya kah yang tak mampu menguasai rasa atau waktu mereka yang salah untuk bersatu.

***

Satu minggu setelah kejadian itu, antara Dito dan Rena masih belum berubah. Keduanya masih saling bertukar cerita, hanya saja Dito mulai jengah. Ia tak bisa selamanya begini.

Begitu pun dengan Rena. Ia masih belum memutuskan hatinya terfokus untuk siapa, ia masih dengan intens berhubungan dengan keduanya. Dito. Dannu.

Namun sampai suatu saat ia menyadari ada perubahan dari sikap Dito. Ia merasa Dito mulai bersikap dingin, seperti menarik dirinya perlahan dari kehidupan Rena. Entahlah, semoga ini hanya perasaannya saja.

***

Aku nggak pernah ngerti bagaimana jalan pikiran wanita. Mau-maunya mereka tetap bertahan dengan lelaki yang sudah berkali-kali menyakitinya. Hanya dengan alasan lamanya waktu mereka bersama dan banyaknya kenangan yang pernah terjadi seperti menjerat gadis itu untuk selalu bersama lelaki macam itu, pikir Dito sambil memetik asal gitar yang dipangkunya. Ia merasa kalah dari Dannu!

Beberapa minggu terakhir ini, tepatnya setelah kejadian itu, Dito juga merasa hambar dengan Rena. Ia kecewa dan merasa tak tertarik lagi untuk terlibat obrolan dengan gadis itu, padahal dulu mereka bisa menghabiskan waktu sampai tengah malam hanya untuk sekedar membahas hal konyol bersama. Seperti tak pernah habis bahan pembicaraan. Jika saja Rena tak mengantuk, ia yakin obrolan tak berfedah itu pasti akan terus berlanjut sampai subuh.

Sangat jauh berbeda sekali dengan apa yang terjadi saat ini. Dito hanya tersenyum masam memikirkan semua itu. Tiba-tiba.. Drrrtt drrrtttt

Ponselnya berbunyi. Pasti dari Rena, tebaknya.

Benar saja.

Disaat Dito memilih untuk menarik diri dari kehidupan Rena, gadis itu justru malah sebaliknya. Ia semakin intens menghubungi Dito, mengajak Dito untuk bertemu, yang tentu saja selalu ditolak oleh Dito. Tapi Rena tak pernah menyerah. Seperti tak ingin hubungan mereka merenggang karena kejadian beberapa waktu lalu.

From : Rena
‘Hari ini kita bisa ketemu. Di kafe biasa ya, sekarang.’

Sebuah pesan dari Rena.

Huh, gadis ini selalu saja meminta untuk bertemu. “Baiklah, kita selesaikan malam ini,” gumam Dito.

To : Rena
‘Iya.’

Tanpa babibu lagi Dito pun langsung bergegas menuju tempat yang dimaksud.

***