Hari ke-24. Tentang baju lebaran.
Beberapa hari terakhir ini pasar, toko baju, dan semua
pelaku yang bergerak dalam industri clothing dan busana muslim laris manis.
Pasalnya sejak mendekati lebaran mulai ramai orang berburu promo belanja,
diskon harga murah, dan varian model serta warna pakaian yang memanjakan mata.
Sayang dilewatkan, kata mereka yang berduit.
Bahkan sempat viral di sosmed, mukena Syahrini laris manis
terjual 5000 potong lebih dengan harga yang fantastis. 3,5 jutaan gengs
harganya. Hal ini tentu saja membuat jiwa jiwa misqueen bergetar.
Tak hanya itu, sempat viral juga potret anak-anak panti
asuhan yang diajak berbelanja ke mall untuk membeli baju lebaran. Konten yang
mengandung bawang bombay ini justru bikin aku intropeksi diri dan merasa sangat
bersyukur.
Konten tersebut berisi foto wajah heran, antusias, bahagia,
ragu, polos khas anak-anak yang semua anak tersebut dari sebuah panti asuhan
saat mereka diajak salah satu yayasan untuk berbelanja ke mall. Bahkan ada yang
sampai masuk angin dan muntah juga begitu masuk mall. Hal ini membuat karyawan
yang melayani mereka justru malah menangis haru melihat tingkah polos mereka.
Jangankan karyawannya. Aku yang cuma ngeliat dan nyimak
ceritanya lewat hp juga ikut syedihh dan terharuuu...
Bener ya kata sebuah pepatah. Hidup itu jangan selalu
mendongak ke atas, coba sesekali tengok ke bawah. Ada orang yang jauh lebih
tidak beruntung dari kamu. Kadang hidup yang kamu keluhkan justru adalah hidup
yang orang lain inginkan.
Betul banget.
Sebenernya aku juga pernah sih ada dititik yang sama kayak
anak-anak itu. Aku bukan anak panti asuhan, aku hanya terlahir dari keluarga
yang tidak bisa dibilang berlebihan tapi bukan juga selalu kekurangan. Kaum
menengah. Suatu kaum yang dimana hanya tercukupi kebutuhan pokok saja, seperti
makan, minum, sekolah, listrik, air. Yah, basicnya kehidupan di Indonesia sih.
Sedangkan untuk baju dan hal lain yang tidak terlalu menjadi
prioritas menunjang kehidupan sering di skip aja.
Aku pernah tidak membeli baju lebaran selama 6 tahun
berturut-turut atau lebih mungkin, entahlah, aku hanya ingat itu. Ngeliat
temen-temen berlebaran dengan baju gamis, aku hanya memakai baju busana muslim
atau baju atasan dan rok yang ku padu-padankan sedemikian rupa agar terlihat
juga seperti pakaian gamis.
Pernah juga saat itu aku diberi gamis oleh sanak keluarga
ku, bukan yang baru tapi masih bagus untuk dipakai. Hanya saja model
potongannya tidak terlihat cocok untuk anak seumuran ku. Aku tetap bersyukur.
Setidaknya aku sudah mulai memakai gamis.
Barulah sekarang ini, diusia 20 tahun aku sudah bisa membeli
gamis dengan uang yang ku peroleh dari hasil jerih payah ku sendiri. Rasanya?
Bahagia bukan main. Meskipun pada awalnya aku sempat bingung untuk memilih
–karena memang tak terbiasa ada pilihan- aku akhirnya jatuh cinta pada gamis
polos berwarna biru tua dan dengan model baju yang ku suka.
Alhamdulillah.
Tidak ada komentar
Mari berbagi pendapat dari sudut pandang mu melalui komentar di bawah ini